Dunia Alam Kematian

* “Sembahyang itu siang malam tiada putusnya ia lakukan.  Ketahuilah keluarnya napasku menjadi puji. Maksudnya napasku menjadi shalat. Karena tutur penglihatan dan pendengaran disuruh melepaskan dari angan-angan, jadi kalau kamu shalat masih mengiaskan kelanggengan dalam alam kematian ini, maka sesungguhnyalah kamu ini belum benar .”
“Jika kamu bijaksana mengatur tindakanmu, tanpa guna orang menyembah Rabbu’l ‘alamien, Tuhan sekalian alam, sebab di dunia ini tidak ada Hyang Agung. Karena orang melekat pada bangkai, meskipun dicat dilapisi emas, akhirnya membusuk juga, hancur lebur bercampur dengan tanah. Bagaimana saya dapat bersolek?”
“Banyak orang sembahyang tidak memperoleh apa-apa, baik di sana, maupun di sini. Nyatanya kalau ia sakit, ia menjadi bingung. Jika tidur seperti budak, disembarang tempat. Jika ia miskin, mohon agar menjadi kaya tidak dikabulkan. Apalagi bila ia sakaratul maut, matanya membelalak tiada kerohan. Karena ia segan meninggalkan dunia ini. "

* “Berdzikir dalam keadaan kosong dari kenyataan yang sesungguhnya, membayangkan adanya rupa Dzatu’llahu, kemudian ada rupa dan inilah yang ia anggap Hyang Widi.”
“Apakah ini bukan barang sesat? Buktinya kalau ia memohon untuk menjadi orang kaya tidak diluluskan. Sekalipun demikian saya disuruh meluhurkan Dzat’llahu yang rupanya ia lihat waktu ia berdzikir, mengikuti syara’ sebagai syari’at, Ke mesjid berlenggang mengangguk-angguk, memuji Pangeran yang sunyi senyap, bukan yang di sana, bukan yang di sini.”
“Ketahuilah dunia ini alam kematian, sedang akhirat alam kehidupan yang langgeng tiada mengenal waktu. Barang siapa senang pada alam kematian ini, ia terjerat goda, terlekat pada surga dan neraka, menemui panas, sedih, haus, dan lapar”. .

Tidak ada komentar: