Terkadang terdapat pandangan bahwa dalam tasawuf, atau ketika seseorang telah menjadi sufi, maka rukun islam minimal sudah dipandang sebagai hal yang tidak begitu menentukan bagi proses keberagamaannya. Apalagi berbicara tentang sufisme Syekh Siti Jenar, biasanya langsung memberikan vonis bahwa dalam ajaran Syekh Siti Jenar syari’at menjadi nihil.
Pandangan ini jelas merupakan pandangan yang tidak sepenuhnya benar, karena justru dalam perjalanan rohani menuju Allah bagi seorang sufi, rukun islam tetap menjadi pijakan paling mendasar bagi proses peralihan rohani menuju kesempurnaan sehingga ia sampai pada derajat al insan al kamil yakni manusia illahiah. Hanya saja, dalam sudut pandang kesufian, rukun islam tidak hanya berupa tindakan lahir, ia juga bukan tujuan, akan tetapi diselami maknanya secara spiritual, sehingga rukun Islam yang ada disamping menjadi hiasan lahiriah, juga merupakan aplikasi perbuatan rohani yang menentukan proses perjalanannya menuju Allah. Karena pemahaman yang seperti itulah, maka bagi orang yang sudah berma’rifat, justru syari’at lahir sudah tidak begitu tampak sebagai orientasi utama. Syekh Siti Jenar sendiri tidaklah menihilkan syari’at, namun menempatkan syari’at pada tempat yang semestinya, bukan semata-mata sebagai acuan formal keagamaan yang membelenggu manusia.
Pandangan ini jelas merupakan pandangan yang tidak sepenuhnya benar, karena justru dalam perjalanan rohani menuju Allah bagi seorang sufi, rukun islam tetap menjadi pijakan paling mendasar bagi proses peralihan rohani menuju kesempurnaan sehingga ia sampai pada derajat al insan al kamil yakni manusia illahiah. Hanya saja, dalam sudut pandang kesufian, rukun islam tidak hanya berupa tindakan lahir, ia juga bukan tujuan, akan tetapi diselami maknanya secara spiritual, sehingga rukun Islam yang ada disamping menjadi hiasan lahiriah, juga merupakan aplikasi perbuatan rohani yang menentukan proses perjalanannya menuju Allah. Karena pemahaman yang seperti itulah, maka bagi orang yang sudah berma’rifat, justru syari’at lahir sudah tidak begitu tampak sebagai orientasi utama. Syekh Siti Jenar sendiri tidaklah menihilkan syari’at, namun menempatkan syari’at pada tempat yang semestinya, bukan semata-mata sebagai acuan formal keagamaan yang membelenggu manusia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar